Sabtu, 02 April 2011

Perempuan Pendobrak Pemerintah Desa

PerempuanPendobrak Pemerintah Desa

AULA Kantor Desa Rora yang dipenuhi wakil warga dari 5 dusun di tambah kepala desa dengan seluruh stafnya senyap saat salah seorang perempuan dengan bahasa campur sari (Indonesia campur bahasa daerah/Mbojo-Bima) lantang bersuara, “Selama ini kami perempuan tidak pernah dilibatkan dalam berbagai kegiatan desa. Kami bukanya tidak mau hadir, tetapi hampir tidak pernah diundang. Selama ini, perempuan dianggap hanya bertugas dirumah dan di dapur saja. Kami perempuan juga ingin didengar, dilibatkan dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan desa”. Keheningan menjelma sesaat, luruh dalam sorak sorai serta riuh tepuk tangan usai kalimat itu dilontarkan.

Ibu Nurwahidah sang empunya pendapat itu tampak berusaha menyembunyikan wajahnya dari tatapan seorang tokoh masyarakat. Perempuan yang lahir tahun 1971, kesehariannya adalah ibu rumah tangga, hadir sebagai peserta dalam proses pemilihan KPPMD (Kader Penggerak Pembangunan Masyarakat Desa/KPM) yang difasilitasi LP2DER untuk mendapatkan penguatan kapasitasnya sebagai agen perubahan dalam mendorong Pengelolaan pembangunan yang demokratis menuju Tata Kepemerintahan Lokal yang Demokratis (TKLD).

Bagi umumnya warga desa, merupakan hal baru bila seorang perempuan mengikuti pertemuan atau rapat serta diskusi di balai desa. Bahwa kemudian muncul protes yang disampaikan secara terbuka dan lugas, bahkan terkesan agak menantang membuktikan stigma yang terlanjur diletakkan pada perempuan patut diacungi jempol. Perempuan, kerap memperoleh status “perempuan di dapur saja” dan “nomor 2”. Sehingga label itu menjadi justifikasi bagi sebagian orang (umumnya laki-laki) dengan maksud mempertahankan dominasinya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa, perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki, bahkan dalam hal-hal tertentu memiliki keunggulan. Terdapat kecenderungan bahwa kelompok/organisasi yang dikelola oleh perempuan cenderung berkembang lebih cepat dan bertahan lebih lama serta berkelanjutan dibandingkan dengan yang dikelola laki-laki.

Suasana diskusi menjelang siang itu, seolah menjadi ajang berbalas pantun manakala label bahwa “Perempuan di dapur saja” dimunculkan Muhammad Ali, Staf/Kaur Pembangunan Desa Rora menanggapi komentar Ibu Nurwahidah dengan mengatakan bahwa perempuan adalah penentu keberhasilan sebuah rumah tangga. Tidak bisa dibayangkan apabila tidak ada perempuan yang akan mengelola seluruh asset dan potensi dalam sebuah rumah tangga. Di balik rumah tangga yang berhasil, pasti terdapat perempuan tangguh. Rumah tangga adalah miniatur sebuah organisasi. Sangat disayangan, jika selama ini potensi perempuan kurang dimanfaatkan dalam organisasi-organisasi formal maupun informal terutama di tingkat komunitas.

Angin perubahan di gerbang perbatasan Bima-Dompu

Desa Rora Kecamatan Donggo Kabupaten Bima yang letaknya tepat diperbatasan wilayah Kabupaten Bima-Kabupaten Dompu termasuk desa tertinggal. Sejak Agustus tahun 2010, desa yang sekarang dipimpin H.Israil sebagai kepala desa, merupakan salah satu desa sasaran program penguatan kapasitas Kader dalam mendorong pengelolaan pembangunan yang demokratis, kerjasama LP2DER-Access Phase-II. Setelah 6 bulan program mulai di diimplementasikan, saat itulah mulai terasa angin perubahan berhembus. “Banyak hal yang sudah berubah sekarang”, ungkap Muhammad Ali, Kaur Pembangunan Desa Rora. Selain perubahan nyata terlihat dari meningkatnya kemampuan para Kader terutama kader perempuan dalam berinteraksi dengan warga maupun actor-aktor di desa, perubahan juga mulai menjalar dalam internal lembaga-lembaga desa terutama pemerintana desa. Dulu, dominasi elit desa sangat menonjol dalam pertemuan-pertemuan desa, sekarang elit desa hanya menfasilitasi. Hampir tidak ada kegiatan desa yang tidak melibatkan kader-kader muda dan perempuan.

Pendapat Muhammad Ali diamini oleh Kepala Desa Rora H.Israil dalam suatu kesempatan diskusi refleksi hasil kajian potensi desa. Rendahnya kapasitas perempuan, senantiasa dijadikan alasan bagi elit desa (laki-laki) sehingga kurang dilibatkan dalam berbagai kegiatan, kecuali untuk urusan-urusan perut. Padahal dari segi jumlah perempuan lebih banyak, juga tingkat pendidikan perempuan minimal rata-rata tamat SLTP dan SLTA, sama seperti laki-laki. H.Israil juga mengakui bahwa, faktor suami sedikit tidak sangat mempengaruhi aktifitas perempuan di luar rumah. Untuk itu, gerakan penyadaran tidak cukup hanya dilakukan terhadap perempuan saja, tetapi penting juga dilakukan pada laki-laki/suami. H. Israil kemudian berjanji, kedepan akan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pemuda, perempuan serta seluruh warga untuk terlibat dalam berbagai kegiatan desa.

Masih Saja Meragu Akan kapasitas yang dimiliki Perempuan?

Ibu Nurwahidah merupakan sosok yang lugu dan pendiam. Ketika berbicara suaranya keras, to the point dan berapi-api. Bisa jadi, beliau adalah duplikat H M Djafar (alm) orang tuanya yang mantan Kepala Desa Rora 3 periode (1974-1993). Kesehariannya, ibu 4 orang anak ini biasa-biasa saja, suka bergaul, dermawan dan tukang protes ketika menyaksikan ketidak adilan. “Ibu tukang protes” sudah melekat dalam dirinya. Karena sikapnya itu, sebagian warga ada yang senang dan ada juga yang tidak senang. Setelah menjadi KPPMD, julukan “Ibu Tukang Protes” tidak berubah dalam diri Istri dari Pak Hemon yang menjadi pendamping hidupnya sejak tahun 1993 ini, malah makin keras. Tidak segan-segan beliau menyampaikan protes, jika musyawarah tingkat dusun tidak dihadiri oleh Kepala dusunnya.

Kiprah Nurwahidah makin tampak ketika terpilih menjadi KPPMD. Proses pemilihan KPPMD Desa Rora Tanggal 31 Juli 2010 berlangsung demokratis laksana pesta demokrasi sungguhan. Musyawarah mufakat tidak tercapai, maka dilakukan voting. Kemudian terpilih 10 orang KPPMD (Anar, Tahir, Sriwati, Nurwahidah, Yunita, Susanti, Sumiaty, Sumardin, Fadly dan Arbiah) dari 18 orang calon (9L/9P). Perempuan terpilih 6 orang, laki 4 orang. Ini bukti bahwa kapasitas perempuan tidak kalah dengan laki-laki. Dari 10 orang tersebut, kemudian dipilih 4 orang (2L/2P) yang akan mendapat pendampingan intensif dari LP2DER, tanpa mengenyampinkan yang lainnya. Empat orang KPPMD terpilih dan mendapat suara terbanyak tersebut adalah Anas, Tahir, Ibu Nurwahidah dan Sumiyati.

Pernah suatu ketika, Ibu Nurwahidah menyampaikan protes kepada Kepala Desa, karena salah seorang Kaur/Staf Desa juga menjadi tenaga pengajar di salah satu SMP, yang menyebabkan kerja pelayanan masyarakat terhambat. Beliau meminta Kades untuk bersikap dan mengusulkan, Pak Mastudin Kaur Desa tersebut sebaiknya memilih salah satu, supaya fokus. Belakangan, atas desakan masyarakat, Mastudin undur diri dan lebih memilih Guru sehingga Jabatan Kaur menjadi lowong.


Hingga pada hari Rabu, 2 Maret 2011 bukti nyata bahwa perempuan juga bisa menduduki posisi strategis di pemerintahan desa. Ibu Nurwahidah terpilih untuk mengisi jabatan Staf Desa/Kaur Keuangan Desa Rora yang lowong setelah ditinggalkan oleh Pak Mastudin. Sesuatu yang patut dibanggakan dari Ibu Nurwahidah yaitu ibu Nurwahidah mampu mengungguli 7 orang calon laki-laki. Setelah melalui rangkaian proses pemilihan yang cukup panjang, diawali dengan proses penjaringan calon - Selekasi administrasi - Tes akademik – Wawancara dan Kemampuan berbicara di depan umum. Kapasitas yang dimiliki oleh ibu Nurwahidah mampu membuktikan yang terbaik pada semua tahap. Ini merupakan lompatan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Ditanya perasaannya setelah terpilih, Nurwahidah mengatakan, “Senang dan gelisah”. Senang karena menjadi perempuan pertama di desanya yang menjadi staf desa. Gelisah, karena jabatan tersebut baginya merupakan amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Sedikitpun tidak pernah dibayangkannya, jika sekarang jabatan Kaur Desa sudah dalam genggamanya. Jika dulu beliau protes, semata-mata hanya demi keadilan dan perubahan yang lebih baik. Dengan terpilihnya perempuan, menghapus mitos di masyarakat bahwa menjadi pemimpin desa bukan hanya urusanya laki-laki saja, perempuan juga bisa.

Apapun bisa asal sepenuh hati

“Dulu saya tidak berani berbicara di depan orang banyak, sekarang alhamdulillah itu tidak terjadi lagi. Saya menjadi percaya diri dan berani” ungkap Nurwahidah. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh semua Kader, tidak terkecuali Muhammad Ali Kader Pemerintah Desa. Ini adalah modal besar bagi mereka ketika berinteraksi dengan seluruh komponen masyarakat. “Terima kasih Pak Heso, ” tambah Elo (Muhammad Ali) sambil melirik kepada saya.

Ungkapan itu sangat tulus, walau menurut saya sedikit berlebihan. Meminjam istilah Mas Dani Inspirit, saya hanya membantu mereka menemukan inti kekuatan mereka untuk menjadi pribadi yang melampaui mencipta perubahan. Tidak ada yang tidak mungkin, jika kita mau dan dilakukan dengan sepenuh hati. Inti kekuatanya adalah “Membangun Kesadaran” yang melahirkan antusiasme.

Tidak ada strategi khusus dalam membangun kesadaran komunitas, karena masing-masing komunitas mempunyai karakter dan konteks tersendiri. Adalah tidak mungkin berbicara tentang perubahan, lalu kita focus hanya pada pelatihan, dukungan material atau finansial saja. Menurut Wayan Tambun WN, paling tidak ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam membangun dan mengembalikan kepercayaan diri masyarakat. Pertama, membangun kesadaran kritis; Kedua, Penguatan Kapasitas; Ketiga, Pengorganisasian; dan Keempat, Mobilisasi sumberdaya.

Langkah awal yang menjadi keharusan adalah membangun kesadaran kritis. Gagasan apapun yang disampaikan program akan dianggap untuk orang luar, jika kesadaran kritis belum terbangun. Tahapan selanjutnya akan sangat mudah, jika sudah tertanam kesadaran kritis. Kesadaran kritis hanya dapat dibangun melalui proses interaksi social yang sangat intensif, berulang-ulang dan dalam moment yang tepat. Membangun kesadaran kritis adalah ketrampilan untuk mendengarkan dan kemauan baik untuk selalu belajar dari ritme kehidupan masyarakat. Temukan siapa mereka, datangi mereka, tinggallah bersama mereka, beri mereka pelayanan, sentuh hati dan pikiran mereka. Ini kuncinya.

Selamat kepada Ibu Nurwahidah. Selamat untuk teman-teman KPPMD Desa Rora. Teruslah berjuang..! Mudah-mudahan Ibu Nurwahidah menginspirasi perempuan-perempuan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar