Rabu, 20 April 2011

I LUV U MOM


Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bahagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke piringku, ibu berkata : “Makanlah nak, Ibu tidak lapar” ———-KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika aku mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Melihat ibu seperti itu, hatiku tersentuh, lalu menggunakan sendokku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, Ibu tidak suka makan ikan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan kakak perempuanku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Tidurlah nak, Ibu belum lelah” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, Ibu tidak haus!” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Aku tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA

Setelah aku, kakak perempuanku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun, tetapi ibu tidak mau. Ibu rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakak perempuanku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Ibu masih punya uang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

Setelah mendapat  ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk mendapat master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika dengan  biasiswa dari sebuah perusahaan swasta. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, tidak mau menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Ibu tak biasa tinggal negara orang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di rumah sakit. Aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Ibu tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.  Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.


Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!”.  Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita?  Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.
 
 
regards,
POER

Kamis, 07 April 2011

KPPMD Semangat Tiada Akhir, By. Aji Weo

KPPMD singkatan dari “kader penggerak pembangunan masyarakat desa” merupakan pribadi-pribadi pilihan warga 8 desa di kecamatan Donggo Kabupaten Bima dalam satu ajang seleksi kader secara langsung. Dipundak mereka harapan besar warga disematkan untuk memimpin gerakan membangun kehidupan sosial ekonomi desa yang lebih hebat, cemerlang dan mencerahkan.
Sejak awal para pendamping dari organisasi pelaksana program menjelaskan bahwa kader bekerja atas dasar keikhlasan dan sukarela membantu, memfasilitasi dan menggerakan partisipasi warga dalam berbagai proses pengelolaan pembangunan desa. Keterlibatan seluruh komponen warga secara penuh merupakan prasyarat utama dalam menata bangunan kehidupan kolektif desa menjadi lebih maju dan bermartabat.
“Pilihan warga mempercayai saya menjadi kader akan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan perasaan. Saya hanyalah seorang perempuan, ibu rumah tangga dan belum memiliki pengalaman dan keterampilan yang cukup untuk menjadi kader. Di awal pilihan dengan penuh keraguan saya mengambil dan menjalankan aktifitas sebagai kader. Dalam perjalanan proses program saya tersadarkan dan mensyukuri pilihan atas diri saya. Saya menjadi paham dan tercerahkan, keterbatan pengetahuan dan keterampilan ada pada diri saya tapi bukanlah penghalang, kepercayaan warga menjadi modal bagi saya, saya mencintai desa saya, dengan penuh semangat saya mencoba berbuat yang terbaik bagi masyarakat dan memajukan desa. Ternyata saya berarti bagi orang lain”. Demikian ungkapan dari salah sat u KPPMD (ibu Nurwahidah desa Rora).
Ungkapan KPPMD lain (Ibu Nurmi desa O’o dan Ibu Fariah desa Kala) "Kami terkesan dan bersemangat menjalankan aktifitas sebagai KPPMD. Kami sering kali menjadi kader pada banyak program di desa, tetapi kali ini menemukan sesuatu yang berbeda yang membuat kami tidak ingin melewatkan momen-momen berharga memfasilitasi warga. Pembelajaran diri kami sungguh luar biasa, kini banyak pengetahuan dan keterampilan baru yang kami dapatkan. Kini kami memiliki kemampuan berbicara, rasa percaya diri tumbuh dalam memfasilitasi warga. Kami selalu mengambil  ruang dan peluang memimpin diskusi warga untuk menunjukan eksistensi dan mengukur kemampuan kami sebagai KPPMD. Kami menikmati menjadi bagian dari KPPMD.”
Ungkapan-ungkapan senada terlontar pula dari sebagian besar KPPMD dari 8 desa yang berjumlah 53 orang ( 28 , 25 ). Semangat berbuat bagi masyarakat dan memajukan desa tiada henti. "Kami menjadi paham bagaimana merencanakan dan menjalankan program pembangunan desa. Selama ini yang dilakukan hanya seadanya, program desa yang dibuat belum memenuhi kaidah perencanaan yang sistimatis dan terukur, program desa selama ini hanya sebuah daftar usulan yang dibuat di atas meja tanpa melibatkan partisipasi warga".
Menyimak ungkapan-ungkapan KPPMD di atas, cerita silam prestasi masyarakat Donggo yang luar biasa sebagai pusat peradaban Bima yang tampak dari berbagai situs seputar wilayah Donggo serta yang terekam dari berbagai buku sejarah Bima, diyakini tidak menunggu waktu lama untuk diulang kembali di bumi Donggo, tentu dengan upaya keras, konsisten dan sistimatis oleh generasi Donggo kini. Tidak disangsikan lagi semangat dan ketulusan para KPPMD berjuang dengan penuh antusias.  Semangat dan ketulusan harus terus dipelihara dan diasuh, gempuran berbagai strategi dan implementasi program masuk desa dengan pendekatan projek dan pragmatis menjadi hantu yang menakutkan, setiap saat menggoda pikiran, benak dan perasaan setiap orang di desa tidak terkecuali KPPMD untuk berbuat tampa prinsip dan nilai keikhlasan, kesukarelaan, kejujuran, keadilan, rasatanggungjawab dan seterusnya. Prinsip dan nilai umum yang kini menguasai desa didasari kepentingan pribadi, sikut sana sikut sini untuk mendapatkan bagian memungut recehan dari program yang ada. Untuk itu upaya keras, inovatif dan kreatif harus terus dilakukan oleh pengelola program untuk memagari KPPMD dari berbagai gempuran tampa nilai tersebut.
Para pihak yang melihat dengan mata hati terkesimak dengan kesiapan, semangat dan ketulusan hati KPPMD berproses bersama warga dengan penuh antusias siang dan malam. Pengakuan datang dari berbagai lapisan tidak terkecuali warga desa. “Seperti inilah kader yang kami harapkan, seperti inilah suara warga dihargai, seperti inilah proses program seharusnya”.
Kesiapan, semangat dan ketulusan hati KPPMD ini menjadi penyemangat bagi warga meluangkan waktu membangun proses diskusi menggali informasi asset / potensi desa sebagai modal membangun peradaban Donggo yang hebat, cemerlang dan mencerahkan.  Sungguh luar biasa dan menjadi energy penyemangat tim program LP2DER untuk  selalu mendampingi mereka, membekali dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang menyegarkan. “Tanamkan dalam diri dan benak KPPMD, pejuang sesungguhnya bagi kemajuan desa adalah orang desa itu sendiri, cintailah desa anda dengan sepenuh hati, berikan yang terbaik, saatnya kaum pembaharu desa bergerak maju,”.
Mengkongkritkan pikiran, sikap, semangat dan menggapai cita-cita membangun desa telah dilakukan proses fasilitasi kegiatan identifikasi asset/ potensi desa dan pemetaan KK berdasarkan klasifikasi kesejahteraan oleh KPPMD bersama Pemdes, BPD dan LPMD pada masing-masing dusun/ RW/ RT di 8 desa kecamatan Donggo dengan mengacu pada jadwal dan desain kajian yang disusun bersama. Beberapa orang KPPMD perempuan dan laki-laki telah memiliki kepercayaan diri yang kuat dan mampu memfasilitasi proses kajian secara mandiri. Pendamping program dari LP2DER hanya mencoba melengkapi, membantu klarifikasi dan probing pada informasi tertentu untuk mendapatkan kejelasan informasi secara mendalam.
Semoga kemajuan desa-desa dikecamatan Donggo menuju kehidupan sosial ekonomi desa yang lebih hebat, cemerlang dan mencerahkan dapat terwujudkan bersandar dari bangunan kekuatan sosial yang coba diinisiasi, dikumpulkan dan ditata oleh KPPMD bersinergi dengan seluruh komponen warga dari asset-aset yang dimiliki oleh desa secara mandiri !!!

Selasa, 05 April 2011

FLA Bima (By. Aji Weo)

Perhatian terhadap upaya untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang demokratis menjadi salah satu agenda penting baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Hal ini dapat dicapai melalui sebuah proses interaksi yang terbuka, saling menghargai antar aktor-aktor dalam pemerintahan dengan aktor-...aktor diluar pemerintahan seperti masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi. Misi tersebut mensyaratkan adanya sebuah system politik dan pemerintahan yang dikelola secara adil, transparan, akuntable dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Mewujudkan tata kepemerintahan lokal yang demokratis (local democratic governance) merujuk pada suatu sistem pengelolaan pemerintahan yang berbasis pada masyarakat dimana negara berbagi kekuasaan dengan masyarakat untuk  memastikan dilaksanakannya elemen utama seperti (1) partisipasi; (2) transparansi dan akuntabilitas; (3) efektivitas dan keadilan; (4) supremasi hukum. Elemen tersebut merupakan basis penilaian dalam menakar wujudnya suatu tata kepemerintahan yang baik. Oleh karena itu, tata kepemerintahan lokal yang demokratis dapat dipandang sebagai sebuah agenda pembangunan untuk menjadikan pemerintahan lebih efektif, efisien dan berpihak kepada publik. Keterlibatan warga dalam proses-proses pembangunan perlu ditingkatkan, baik dalam perencanaan-penganggaran, pelaksanaan program pembangunan, monitoring evaluasi dan mengambil pembelajaran dari proses yang sudah dilaluinya. Secara sinergis tiga pilar utama dalam masyarakat sipil memikirkan alternatif-alternatif solusi untuk mengatasi persoalan pembangunan.
Di Bima (contoh Kabupaten Bima), terwujudnya tata kepemerintahan yang demokratis menjadi salah satu bagian dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah. Statemen misi dalam dokumen RPJMD Kab. Bima 2010 – 2015, yaitu pertama ‘peningkatan partisipasi  masyarakat dalam pembangunan secara proporsional sebagai pelaku dan penikmat pembangunan’ dan misi kedua yaitu “ Restrukturisasi lembaga pemerintahan dalam meningkatkan peran dan fungsi strategis aparatur pemerintahan selaku agen pembangunan dan pelayanan prima dalam melaksanakan tugas di bidang pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance sehingga tercipta pelayanan publik yang sistematis, profesional, transparan, dan akuntabel’. Misi tersebut telah dijabarkan menjadi agenda-agenda pembangunan, misalnya dalam agenda kedua ‘Agenda Kepemerintahan Yang Baik‘.
Dalam mewujudkan Demokratisasi dan Tata Kepemerintahan yang Demokratis (TKLD) di Bima telah dikerjakan oleh berbagai pihak dengan hasil-hasil kerja yang terbilang cukup baik untuk memperkuat akses dan kontrol masyarakat dalam mendorong peningkatan pemenuhan hak-haknya sebagai warga. Cerita-cerita keberhasilan tersebut telah membawa semangat dan rasa percaya diri masyarakat dan OMS-OMS lebih meningkat. Pengakuan dari berbagai pihak terhadap kemampuan masyarakat dan OMS-OMS, juga kian terlihat. Ini merupakan suatu potensi dan kekuatan yang luar biasa sebagai asset sosial dan sumber energi yang memberikan inspirasi serta pilihan untuk pembelajaran sosial bagi tindakan-tindakan inspiratif dan menakjubkan untuk melakukan perubahan sosial dengan cepat dan damai. Keberhasilan yang membanggakan tersebut patut diperluas dampaknya. Akan tetapi keberhasilan-keberhasilan yang dilakukan oleh berbagai pihak tersebut belum dikomunikasikan secara meluas untuk menarik lebih banyak pihak untuk terlibat dalam agenda perjuangan tersebut, kemudian menjadikannya sebagai bahan pembelajaran sosial serta untuk memperluas dampak. Hal ini disebabkan karena, selain agenda-agenda tersebut belum terkonsolidasi secara baik, juga belum terbangun dan bekerjanya ruang, sistem dan mekanisme konsultasi yang terstruktur dan terlembagakan, efektif, efisien dan berkesinambungan antarapihak pembaruan sosial untuk membagi keberhasilan yang mereka lakukan. Sejauh ini agenda-agenda perjuangan dan berbagai keberhasilannya masih menjadi milik kelompok, sektor dan proyek tertentu dan bersifat parsial oleh masing-masing aktor, kalaupun sudah terbangun inisiatif membangun kerja kolaborasi masih pada tahapan tertentu dari rangkain siklus kegiatan, artinya belum dilakukan secara utuh dan sistimatis, sehingga dampak yang ditimbulkan belum cukup signifikan.
Untuk mendukung usaha-usaha tersebut, maka dibutuhkan berbagai upaya untuk mempertemu-kenalkan dan mengkonsolidasikan energi positif para pihak-penggerak lokomotif perubahan sosial untuk mendesain arsitektur kehidupan sosial terutama berkaitan dengan mendorong terwujudnya nilai dan prinsip tata kepemerintahan yang baik dan demokratis menjadi culture semua warga dan organisasi. Upaya dmaksud adalah menghargai, memberi nilai tambah, mengambil pelajaran atau hikmah dari setiap kejadian atau keberhasilan yang dilalui dan diajak untuk fokus pada apa yang terbaik. Upaya-upaya tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya orang-orang yang mulai berpikir dan berpraktik apresiatif. Oleh karena itu, dibutuhkan orang-orang apresiatif atau forum apresiatif multi-pihak atau dengan sebutan lain FLA (Forum Lintas Aktor ) untuk memulai dan membuat gerakan sosial yang apresiatif menjadi nyata.
Pihak-pihak yang bergabung dalam FLA perlu menggagas dan merumuskan visi bersama, mendesain bangunan ideal untuk arsitektur kehidupan bersama, menemukan inovasi-inovasi dan tindakan-tindakan inspiratif yang lebih konkrit, spesifik, terukur sehingga masing-masing pihak yang melakukan pembaruan sosial di Bima mampu mendorong percepatan perubahan pada tata kepemerintahan lokal yang demokratis. Agenda FLA untuk tata kepemerintahan lokal yang demokratis dibangun dari, oleh dan untuk para pihak gerakan pembaruan sosial yang apresiatif dan inspiratif melalui gerakan bersama dengan pendekatan berbasis asset serta berbagai konsultasi yang terus-menerus. FLA merupakan milik bersama semua aktor yang peduli dengan terwujudnya TKLD di Bima. Keanggotaan FLA bersifat terbuka dan sukarela. Aktifitas dan dinamika FLA tergantung sungguh pada komitmen dan konsistensi semua pihak yang bergabung dalam FLA, walaupun ruang bagi kerjasama, koordinasi, dan inklusivitas sosial dengan pihak luar, tetap ada. Oleh karena itu FLA Bima merupakan wadah komunikasi dan berbagi para champion pembangunan yang bersifat lentur, fleksibel, hidup, lintas sektor dan lingkup pengaruh/ kepentingan untuk mendorong tata kepemerintahan lokal yang demokratis bagi semua pihak. Pada akhirnya, dampak perubahan sosial yang diharapkan, adalah adanya peningkatan kualitas hidup warga, terutama orang miskin, kaum perempuan dan kaum marjinal lainnya, menjadi nyata dan berkesinambungan.

Salah Alamat By: Husain La odet

Ia tersentak bangun dari tempat tidurnya. Ia melongok ke luar jendela,   “ada pak Pos”!? Dalam hitungan detik Abdul telah berada di luar pintu gerbang rumahnya. Beberapa kali matanya menengok ke arah kiri dan kanan. Jalan desa masih juga terlihat lengang seperti hari-hari kemarin.
Lelaki muda muda itu selalu berdiri di sana. Kebingungan seperti hari-hari yang sudah lewat, menunggu sesuatu yang sama, meski waktu yang selalu berbeda.
Suara  lonceng yang ia tunggu tentu suatu suara yang berbeda dari lonceng-lonceng yang lain,—yang kerap membuat hatinya bergetar, dan jantungnya berdegub cemas.
Hari itu hampir membuatnya gila. Suara lonceng lamat-lamat dari kejauhan, debaran jantungnya berdenyut seribu kali lebih kencang. “Itu pasti dia”, Abdul berharap cemas. Namun kali itu lonceng lewat begitu saja di depan rumahnya, kemudian berhenti diujung jalan. Rupanya lonceng sepeda milik Badrun, si tukang sepatu itu baru saja membangunkannya. Bukan hanya kedua bola mata yang terjaga, tetapi segenap indaranya tercurah untuk memburu jejak sumber suara lonceng.
Aneh memang, setahu Abdul, warga sekitar hanyalah Wahit si tukang sayur yang memiliki sepeda lengkap dengan lonceng, dan ia mengenali persis suara lonceng sepeda milik wahit, “pasti cempreng dan soak”.  Tentu ia tak menggubrisnya.
Abdul berpikir keras tentang lonceng. “Badrun si tukang sepatu beli lonceng dan memasang di sepeda miliknya sejak kapan ya”? Ia mulai mengira-ngira, mungkin dua atau tiga hari yang lalu. “Lonceng…, belinya dimana? Masih adakah orang yang menjualnya? “Ya mungkin juga! Tetapi lonceng milik badrun adalah suara lonceng yang sejenis dengan suara benda kecil yang selama ini aku tunggu”. Apa iya…lonceng itu dipinjam oleh Badrun kepada yang membawa lonceng, dan kemudian Badrun memasang di sepeda miliknya? 
Begitu serius ia memikirkan tentang jenis lonceng, hingga memaksa kedua otak kanan dan kirinya bekerja keras untuk mencari jawaban.     
Tetangga sebelah rumahnya juga ikut mengawasi tingkah polahnya yang terkesan aneh. Pak Usman, hampir bosan menghitung-hitung lagi jari tangannya. Lebih dari  enam belas kali ia mendapati Abdul yang lari tergopoh keluar rumah, dan anehnya pasti berhenti di depan pintu gerbang, sambil menengok ke arah kanan dan kiri. Kebingungan memikirkan sesuatu.
Tetapi Tohir, seorang kakek pemilik warung kadai kopi di seberang jalan, melihat keanehan Abdul sudah hampir dua bulan lamanya. Ia sempat memikirkan keanehan anak itu, tetapi kadang pikirannya ia tepis sendiri. Karena yang ia kenal Abdul itu memang aneh dan nyentrik, pasti suka berilusi dan bertingkah aneh. Itu mungkin caranya untuk mendapatkan inspirasi atau sebangsa kata-kata sebutan bagi orang yang suka bersyair.
“Dul”, apa ente nggak ngopi hari ini?
Pak Tohir mencoba menyapa Abdul yang sedari tadi masih berdiri bengong di depan gerbang. Dari seberang, Abdul hanya mengisyaratkan dengan menggeleng.
Ente cari Siapa?
Kakek itu kembali berusaha teriak ngotot untuk mendapat jawaban, tak jarang mulutnya maju ke depan menyerupai moncong bemo. Abdul seperti biasa tetap saja pasang aksen membisu, kemudian bahasa tubuhnya mengisyaratkan hanya dengan lambaian tangan dan setelah itu akan berlalu menghilang ke dalam rumahnya.
Di dalam kamar Abdul kambali termangu-mangu “kenapa ia belum datang juga’? batinnya.  Ia lalu melangkah menuju kalender yang tergantung persis di balik pintu. Hari yang ke delapan belas bulan agustus, dibulatinya dengan tinta merah. Satu angka lagi ia bundari. Angka-angka kelender nampak penuh dengan tinta, nyaris dipenuhi bulatan-bulatan kecil. Persis menyerupai gugusan balon sabun di selokan.
Setumpuk kertas masih berserahkan di pojok ruang. Ampas kopi, dan puntung rokok juga ikut menyatu.  Abdul, membuka daun jendela, mengharap udara segar pagi itu dapat membersihkan setiap dinding tembok kamarnya yang lembab dan lengket oleh bau nikotin dari berpak-pak rokok, pasti di dalamnya bersenyawa juga dengan setumpuk debu yang basah dan dingin.
Ia tak pernah membersihkannya atau menyapu lantai. Apalagi menyemprotkannya dengan wangian parfum ruangan dari luar negeri. Paling-paling bilik ukuran 3x3 meter itu sekali atau dua kali sebulan dipel bersih oleh ibunya dengan sabun colek buatan cikampek. Memang selalu bersih ketika ibunya membereskan apa-apa yang berantakkan di kamarnya. Saking bersihnya, sampai-sampai Si Dul uring-uringan memburu kembali beberapa kertas hasil coretannya yang kadang berimigrasi sampai ke dalam bak sampah.
 Naskah 450 halaman yang ia tulis  selama hidupnya, seperuh telah terbakar di tong sampah. “Allahu Akbar….” Teriaknya sambil terhuyung-huyung menuju sumber api. Ia melompat dari jendela kamar, berlari seperti kilat, menerobos kebun singkong dibelakang halaman.
“Hidupku telah tamat”, teriaknya menggema ke mana-mana.
Tetangga dan beberapa orang yang kerap nongkrong di kedai kopi berhamburan menuju sumber suara.
“Ada apa Dul kamu teriak-teriak”, kata pak Tohir.
Ia tak menggubris di sekitarnya, tetap saja ia sibuk memadamkan api.
“Dul apa yang kamu lakukan”?  suara Pak Usman dibalik pagar. Sementara ibunya yang mendengar kegaduhan itu pun menghampiri. Wajah polos ibu paruh baya itu nampak pucat pasih ketika mendapati anaknya yang tengah bergumul dengan kobaran api di bak sampah.
“Kalian semua tahu bahwa saya pertaruhkan hidupku hanya untuk ini”!
Abdul menunjukkan satu jilid naskah di tangannya yang telah seperuh terbakar dari kobaran api.
Apa itu peta harta karun? Tanya Usman
Iya benar, ini peta harta karun. Dan peta ini hanya ada ada dalam kepalaku.
“Berarti selama ini kamu bersemedi di dalam kamar, hanya untuk mendapat wangsit tentang peta harta karun”? Ngotot Usman
Ya..saya bersemedi dengan menuliskan mantra-mantra. Mantra itu saya cetuskan sendiri dalam duniaku yang jauh. Dan kalian tentu tidak dapat menjangkaunya. Sebab untuk menjangkaunya butuh ilmu dan keyakinan. Pernahkah terpikirkan oleh kalian bahwa saya telah menciptakan duniaku sendiri? Bahkan ber-triliunan ion-ion, molekul, dan senyawa-senyawa telah aku satukan. Untuk apa? Hanya untuk membuat dunia yang saya letakkan diatas kertas-kertas ini. Aku tahu kalian pasti menganggapku gila, bahkan aku tahu kalian telah mentertawakanku sampai hari ini. Tapi saya yakin kalian suatu saat akan tercengang dan nampak bodoh ketika melihat dunia yang aku ciptakan itu akan sesak dengan antrian panjang manusia seperti kalian, sekedar memohon kepadaku hanya untuk menjadi penghuninya.
Apa yang kau ketahui dengan dunia yang kau buat nak? Suara ibunya parau, merambahi suasana. Sesaat terdiam. Seperti ada aliran listrik yang tiba-tiba menjalar digendang telinga. Abdul mendongkak dan menatap wajah ibunya yang masih menyimpan cinta. Dimatanya, Abdul melihat ada buliran cahaya, dimana ada cita-cita dan harapan seorang ibu, tentang cinta dan masa depan.
“Iya saya Bu…”  Abdul menaruh hormat.
 Apakah pertanyaan ibu ditujukkan kepada Abdul?
Benar Dul, dunia seperti apa yang ingin kamu jelajahi, dan apakah duniamu ada di dalam ruangan itu? Ibunya menunjuk kearah rumah, tepat di sebuah dinding kamar yang telah terbuka daun jendelanya.
Mungkin ibu, tetapi dunia yang aku maksud sesungguhnya sebuah dunia yang panjang dan jauh untuk dijelajahi. Dunia itu telah aku temukan dalam dirimu, mungkin ketika berada dalam rahim ibu, atau memang justru pertanyaan itu tengah aku arungi di alam raya yang kita sebut sebagai dunia ini. Tetapi yang terpijaki oleh kita, bukankah jembatan titian menuju dunia tanpa batas? Sesungguhnya tidak ibu, aku belum menemukannya.
“Kau telah menemukkannya Abdul”. Tetapi bukan di sini atau dimanapun. Jika engkau mencari duniamu yang hilang, itu bukan suratan. Maka temukanlah di dalam dirimu.
Kau bilang, kau tak menemukannya? Sekarang bukalah matamu, dan tatap apa yang kau dapati di sekitarmu. Bukankah ini adalah cermin dari dunia tanpa batas yang kau maksud?
“Ibu, bukankah ibu telah mengajariku untuk mempelajari isi duniaku”
“Ya,  itu yang aku maksud mikrokosmos”, kau telah berkenalan dengannya?
            “Aku tengah mengarunginya ibu”
Lalu kau mengenalnya dengan apa..?
“Dengan kertas dan pena”
Kertas dari apa, dan pena dari siapa?
“Kertas itu alam raya ini ibu, dan pena adalah ketajaman pikiranku”
Tentu kau menulis semuanya bukan?
“Iya benar”
Itu namanya makrocosmos. Dunia yang yang tanpa batas. Sedangkan segala pernik yang terekam lewat lensa mata, kemudian diolah dalam otak kiri dan kananmu itu hanya percikan buih. Naskah kehidupan yang kau tulis sepanjang hidupmu itu hanyalah secuil yang engkau ketahui anakku.         
Hari yang ke 68, seisi dunia tengah bersenda-gurau dengan musim semi. Begitu juga jalan desa masih lengang. Namun beberapa hari berikutnya suara lonceng semakin berdesakkan. Hampir tak punya jarak dan jedah.  Semua warga yang memiliki sepeda telah memasang loncengnya. Suara-suara dari lonceng-lonceng itu kerap membuat hatinya risau. Ia mulai resah dengan pendengarannya yang semakin berat untuk bekerja. Membedakan suara lonceng yang benar-benar dinanti selama ini, sangatlah sulit untuk memilah-milahnya diantara riuh suara lonceng sepeda warga yang tengah bereforia dengan aksesosris kebendaan.
“Ini berbahaya”, bisa-bisa kebisingan lonceng-lonceng itu akan membuat kepekaanku berkurang. Bagaimana kalau lonceng yang kutunggu itu tak mengenali alamat rumahku? Atau paling tidak lonceng itu tak berhenti atau tak menanyakan pak Tohir pemilik kedai di seberang jalan, tentu ia akan tersesat. Jika ia tersesat, lalu apakah lonceng itu akan membawa kabarku ke alamat yang salah? Bagaimana kalau yang menerimanya adalah penjahat, dan kemudian membunuh lonceng itu? Atau jangan-jangan sang lonceng telah lewat saat warga deman memasang lonceng di sepedanya? Diantara kebisingan itu, mungkin ia tak sempat membaca alamatku?
Oh…tidak!! Dalam sesonggok tubuhnya terlibat konflik yang sengit antara hati dan akalnya.
“Ia pasti belum lewat. Sebab pak Tohir belum pernah menceritakan sesuatu apapun, apalagi tentang lonceng asing yang singgah dikedai kopi miliknya”.
Percakapan tanpa suara dalam dirinya kian berkecamuk, hampir saja deadlock, namun ia akhirnya lebih memilih hati yang bertindak mengambil keputusan.
Sebuah benda segi empat, menyerupai kue wajik telah berdiri tegak. Satu tiang kayu penyokongnya dicat warna putih, begitu juga dengan kotak diatasnya. Di sisi depan nampak tertulis jelas dengan cat hitam “Kotak Surat”. Jl. Terusan dunia tanpa batas, Nomor 001 Desa alam raya.
Hari itu, Abdul agak lega. Ia telah memastikan bahwa lonceng itu tak akan tersesat untuk menemukan alamatnya. Ia tak perlu lagi berlari keluar dan berdiri di gerbang. Lonceng itu akan berbunyi dan berhenti di depan gerbang, kemudian pengantarnya akan memasukkan surat di dalam kotak surat miliknya. Bahkan di seluruh rumah warga sepanjang jalan terusan itu, hanya rumah Abdul yang memiliki kotak Surat.
Mulai saat itu Abdul tak pernah terlihat berada di depan gerbang seperti waktu-waktu sebelumnya. Pun berhari-hari pula tak ada sapaan pak Tohir yang sekedar basa-basi menanyakan apakah sudah minum kopi atau belum kepada Abdul. Atau gerutu pak usman yang cermat memperhatikan setiap tingkah polahnya yang serba aneh.
Dunia mendadak sepi, pak Tohir merasa ada yang kurang dalam kesehariannya. Ia tak lagi menemukan pemandangan yang kerap diakrabinya di seberang jalan, Abdul yang berdiri bengong dengan cemas. Rasanya kurang lengkap ketika dia membuka warung tak bercakap lebih dahulu dengan anak muda yang saban hari berdiri gusar di depan gerbang.
Sepertinya dunia ini kehilangan,  tak ada lagi suara Abdul yang memecah sunyi dengan syair-syair jiwa yang dibacakannya sepanjang malam. Puisi kehidupannya lenyap seketika dari keriuhan suara lonceng sepeda warga yang menyemuti jalan desa. Kenapa harus kehilangan? Apakah dia begitu penting bagi dunia ini, sehingga alam raya berkabung lantaran telapak kaki abdul tak menyentuh tanah dan berlari menuju gerbang? Ke mana si Dul?
Sebulan berlalu. Riuh suara lonceng sepeda warga pun ikut lenyap. Gerbang rumah nampak berkarat, dedaunan perdu merambahainya penuh. Kotak Surat mulai kusam catnya. Tak ada satupun pelanggan kedai kopi pak Tohir yang sekedar iseng  menanyakan tentang keberadaan Abdul.
Pagi yang teduh, cahaya mentari masih enggan menindih celah ranting tua pepohonan yang menutupi gerbang. Pak tohir melangkah mendekati pintu gerbang itu. Ia menatap lama ke dalam halaman. Agak lama ia tercenung, menyaksikan dunia yang sunyi. Lalu ia menghampiri kotak surat, jantungnya berdegup kencang, memikirkan apa isi kotak kayu yang sudah berada di hadapannya. “Prak…” suara kotak itu terbuka. Sebuah amplop coklat telah berada di dalamnya. Ia mengamati dengan cermat amplop itu, beberapa kali ia membalik-balikanny, tak ada tulisan apapun.
Pak Tohir berpikir keras setelah membaca tulisan pada amplop surat itu. Ia berjalan cepat setengah berlari menuju teras rumah yang tak lagi berpenghuni itu. “Assalamu’alaikum”, ia mengetok pintu berkali-kali, tetap saja tak ada jawaban.
Sebuah nota berita yang tergantung di depan daun pintu, membuat sekujur tubuh  pak tohir merasa dikuliti, “Kami telah pindah menuju dunia tanpa batas. Jika anda ada yang melihat lonceng berhenti di depan rumah kami, dan menemukan  surat di dalamnya, berarti milikmu”.
Jantung Pak Tohir bagai tercabut. “Mungkinkah aku juga telah berada di dunia tanpa batas”? Lalu ia membuka dan membaca amplop itu penuh cemas;
Kepada Yth, penghuni kehidupan!
Maaf, bila surat ini baru tiba kepadamu. Samasekali bukan karena dunia ini tak memiliki batas, namun itulah rahasia sesungguhnya. Untuk diketahui bahwa surat ini pun telah menempuh bermiliaran massa, dan bertriliunan abad ukuran waktu, untuk sampai kepadamu.
Bukan hanya melewati jalan panjang dan berkelok, akan tetapi sebenarnya naskah kehidupan yang telah kau kirimkan kepada kami, secara seksama telah dipelajari dan  kami putuskan untuk diterbitkan di dalam “Kotak Suratmu…!!
“Astagfirullah halazim”, Pak Tohir pengelus dadanya pelan.
“Kotak Surat……..” lonceng……..
Suara lonceng……….”Kotak surat….”
Abdul ???    
“Ooooooh tidak!!”
Ini pasti…..pasti…tidak….
Ini salah alamaaaaaattttt ………..!!!!!!

Senin, 04 April 2011

Uma Lengge

Saya termasuk awan tentang Budaya Bima.  Tetapi saya selalu mengamati perkembangan budaya bima akhir-akhir ini terutama Bangunan Tradisonal Bima.  Saya sedikit prihatin dengan perkembangan bangunan-bangunan hasil kreaksi arsitek-arsitek Bima. Lihat, Ktr Walikota Bima, adakah nuansa  ke-bimaan yang muncul? Kebudian coba kita cermati pula bangunan-bangunan rumah tinggal di wilayah Bima Raya-Dompu. Luar biasa!  Teman saya bilang, bangunan-bangunan rumah tinggal di Bima-Dompu hampir mirip dengan ornamen-ornamen pada "Kuburan Cina" (maaf!).

Adakah kita mencoba melirik bangunan "Uma Lengge" di Wawo, atau "Uma Ncuhi" di Donggo?  Jika saja  Uma Lengge maupun Uma Ncuhi dijadikan inspirasi Rancangan Rumah Tinggal atau Gedung Perkantoran, saya yakin melalui sentuhan tangan-tangan trampil kawan-kawan arsitek akan menjadi sangat modern...., Wow...bagaimana indahnya ya?????

Soromandi penuh harapan

Hari ini, Senin 4 April 2011, Saya, Bang Darwis, Odet, Asrul & Dian, telah mengunjungi Kantor Camat Soromandi.  Kecamatan Soromandi menjadi sasaran kami berikutnya setelah Donggo dalam mendorong TKLD. Kami diterima Pak Camat, Sekcam dan beberapa orang staf di ruang kerja Camat.

Pertemuan begitu hangat dan penuh canda tawa.  Diawali  dengan perkenalan singkat kemudian penjelasan sedikit tentang program oleh bang Darwis. Tanggapan pak Camat sangat positif dan menyatakan akan mendukung sepenuhnya ide-ide yang disampaikan Bang Darwis.  Dalam hal ini, peran pak Abbas sangat membantu karena lebih awal telah dikomunikasikan oleh beliau.

Diskusi tambah semangat dan penuh antusias dengan hadirnya salah seorang tokoh Soromandi Pak Hasanudin (Pensiunan BKKBN). Pengalaman beliau selama di BKKBN ternyata sangat konek dengan ide-ide yang kami sampaikan, dan dengan penuh semangat beliu manyatakan mendukung 100%.

Terimakasih Pak Camat, Terima Kasih Pak Abbas dan terima kasih khusus buat Pak Hasanudin.  Pertemuan ini merupakan awal yang baik untuk mendorong Kecamatan Soromandi setara dengan Kecamatan-kecamatan lain.

Sabtu, 02 April 2011

CIDOMO di Kota Mataram

Angkutan CIDOMO di Kota Mataram masih tetap bertahan, meski harus bersaing dengan Taxi, Angkot serta Ojek yang sudah menjamur di setiap sudut gang.